BISNIS TIKET PESAWAT ONLINEBISNIS TIKET PESAWAT ONLINE
Direkomendasikan bagi Anda yang ingin memiliki dan mengelola bisnis penjualan tiket pesawat secara online, murah, mudah, cepat, dan aman. KLIK DISINI untuk mendapatkan informasi selengkapnya.

KOLEKSI WALLPAPER FOTO PESAWAT TERBANG :


Demokrasi kedua

Demokrasi kedua. Info sangat penting tentang Demokrasi kedua. Mengungkap fakta-fakta istimewa mengenai Demokrasi kedua

Demokrasi kedua. Pulau Bunyu Kalimantan Timur. Demokrasi bisa dituntut, dan Mao pun sebenarnya dulu memimpikan itu. Tapi setelah 2.000 tahun lebih, nampaknya akan masih sia-sia. Mungkin karena permasalahannya bukan pada Maoisme, yang telah sekarat dan hampir dikuburkan. Ada seorang penulis Cina, Sun Longji, yang menduga bahwa akarnya terpancang lebih dalam : pada bagaimana cara Kong Hu Cu memahami manusia. Pemahaman Konfusian itu tersirat pada kata "ren", yang kurang-lebih berarti "kemanusiaan". Menurut Sun Longji, tulisan Cina untuk kata itu terdiri dari dua komponen yaitu "manusia" dan "dua". Disana nampak bahwa pada hakikatnya "kemanusiaan" adalah suatu hubungan bilateral. Hanya dihadapan seorang lain kemanusiaan kita dapat berkembang. Seorang yang menyendiri tak dapat diterima.

Seseorang yang tidak dibatasi oleh hubungan sosial dianggap "immoral". Hubungan itu bisa berupa hubungan antara kaisar dan pejabat, ayah dan anak, suami dan istri, majikan dan buruh. Dengan kata lain, hubungan yang integral dan juga hierarkis. Seseorang dianggap tidak bisa menjadi satuan yang mandiri. Tak mengherankan, kata Sun Longji, bila kemudian pemerintah memiliki control yang total. Sebagaimana seorang ayah yang menurut adat harus mengontrol anaknya.

Asumsi yang berlaku dalam hubungan kekuasaan seperti diatas itu ialah bahwa individu adalah sesuatu yang harus dicurigai. Bila perlu digertak. Pada saat yang sama, konflik pun dianggap tidak pernah ada, atau tidak pantas ada. Sebab itu agaknya individu tidak diasumsikan sebagai sesuatu yang lemah, yang mudah terancam kesewenang-wenangan. Juga dianggap tak perlu ada aturan hokum yang bisa mengelola persengketaan antara yang berkuasa dan yang dikuasai. Seperti kata ahli sinology terkemuka, John K. Fairbank, "Dalam demokrasi, kekuasaan dilegimitasikan oleh hukum. Tapi di Cina, kekuasaan dilegimitasikan oleh moralitas". Dan terjadi di hampir semua Negara ketiga.

Maka, baik Kong maupun Mao beranggapan bahwa dalam memerintah yang diperlukan adalah pikiran dan sikap yang benar, bukan proses hokum yang sesuai aturan. Tapi yang jarang dikatakan terus terang adalah bahwa akhirnya yang menetapkan apa yang "benar" dan yang "salah" ialah, apa boleh buat, siapa saja yang sedang memiliki kekuatan untuk memaksa.

Tak mengherankan jika Wei dimasukkan ke "Q1". Dan kini entah dimana…..


Powered By : Blogger